Ad Maiorem Dei Gloriam

Ad Maiorem Dei Gloriam
Yen sira durung uninga, takokna guru kang yekti, kang wus putus kawruh mring kasidan jati, budha budine yekti, kang kok anut rinten dalu, ing ngendi dunungira, lawan asalira nguni, yen wus laya ing ngendi iku dunungana.

Jumat, 19 Agustus 2011

Workshop Kepala Sekolah se Keuskupan Purwokerto 2

Workshop Kepala Sekolah se Keuskupan Purwokerto 2

Komisi Pendidikan Keuskupan Purwokerto, melalui Pengurus Majelis Pendidikan Katolik (MPK) bekerja sama dengan Fajar Pendidikan (Komisi Pendidikan Jesuit)  mengadakan Workshop Kepala Sekolah se Keuskupan Purwokerto di Hening Griya, 3-5 September 2009.



PARADIGMA MUTU SEKOLAH

Dr. Susento, M.S.
Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

 

KONDISI RIIL


Data statistic yang kami peroleh dari Pimpinan Fajar Pendidikan – Rm Ageng M. SJ. - menunjukkan bahwa jumlah sekolah katolik di keuskupan Purwokerto mengalami kemunduran yang sangat besar. Dari jumlah 96 sekolah pada tahun 1996 berkurang menjadi hanya 76 sekolah pada tahun 2009. Kondisi ini tentu memprihatinkan. Dimanakah letak kesalahannya?

Kesalahan terbesar yang dilakukan sekolah-sekolah katolik – menurut Dr. Susento, M.S. Dosen Sanata Dharma Yogyakarta – adalah karena sekolah katolik itu tidak bermutu lagi. Sekolah katolik tidak bermutu lagi karena sekolah-sekolah katolik cenderung melakukan salah satu/lebih dari kesalahan berikut: Pertama, mengabaikan kepuasan pelanggan. Kedua,  tidak melibatkan semua pelanggan dalam pengambilan keputusan. Ketiga,  tidak melakukan peningkatan mutu terus menerus. Dan keempat, tidak memiliki program dan ukuran keberhasilan.

Oleh karena itu sekolah-sekolah katolik perlu membuat suatu keajaiban/bangkit dari keterpurukan tersebut. Bagaimana caranya? Menurut Bp Suseno, sekolah katolik seharusnya berani untuk  memberikan pelayan prima.

A. PELAYANAN PRIMA: KEPUASAN PELANGGAN

Pelayanan prima adalah pelayanan yang berfokus pada kepuasan pelanggan sekolah. Pelanggan sekolah dalam arti luas, baik pelanggan eksternal (siswa, orang tua, sekolah lanjutan, masyarakat, pemda, alumni) maupun pelanggan eksternal (guru, karyawan, pimpinan). Guru/karyawan/pimpinan sekolah juga harus dilihat sebagai pelanggan karena kepuasan mereka akan menentukan kinerja/pelayanan mereka terhadap pelanggan internal yang pada gilirannya akan berdampak pada kepuasan pelanggan eksternal juga.  

Pada umumnya pelanggan akan puas apa bila sekolah dalam kinerjanya melakukan tiga hal penting berikut. Pertama, melibatkan semua pelanggan dalam pengambilan keputusan-keputusan. Kedua, sekolah selalu mengadakan peningkatan mutu secara terus menerus. Ketiga, sekolah memiliki program dan ukuran keberhasilan yang jelas.

Dalam hal ini sekolah perlu meninggalkan manajemen konvensional dan menerapkan manajemen mutu terpadu. Letak perbedaannya, kalau manajemen konvesional hanya berfokus pada pengelolaan MAN-MONEY-MATERIAL, sedangkan manajemen terpadu berfokus pada pengelolaan mutu dan kepuasan pelanggan baik internal maupun eksternal. Selanjutnya perlu adanya perubahan pola pemikiran terhadap dua hal berikut.

  • Pertama, ‘perintah dari atas’ diubah menjadi ‘inisiatif dari bawah’.
  • Kedua, ‘pimpinan memberi perintah’ menjadi ‘memfasilitasi perbaikan kerja staf’.

Satu ciri lain dari sebuah pelayan prima ialah jika pelayanan yang diberikan benar-benar menjawab kebutuhan pelanggan eksternal maupun pelanggan internal. Kebutuhan orang tua dalam pendidikan antara lain: perkembangan anak, hasil belajar, keamanan, keceriaan anak belajar, komunikasi dengan sekolah, dan kenyamanan lingkungan sekolah. Kebutuhan muridpun dapat kita kenali, misalnya pengajaran/bimbingan/pendampigan yang baik, kehangatan/perhatian, kenyamanan beajar, fasilitas belajar, fasilitas rekreasi/harian,dan pengembangan diri. Seandainya, kebutuhan tersebut terpenuhi, maka sebenarnya pelayanan pria telah diberikan.

B. KEUNGGULAN KOMPETITIF


Sekarang ini, sekolah sekolah katolik harus memuliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif berbeda dengan keunggulan komparatif. Kalau keunggulan komparatif didasarkan pada perbandingan sekolah kita menang dari sekolah lain, sekolah kita berada pada urutan terdean dari sekolah lain. Keungguan seperti ini tidak akan berlangsung lama. Ketika sekolah kita dikalahkan oleh sekolah lain, maka runtuhlah bangunan keunggulan sekolah ita itu.

 Selanjutnya, bagaimanakah keunggulan komparatif itu harus dibangun? Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang dapat dijadikan landasan keunggulan kompetitif , yakni
  • sekolah memiiki kekhasan;
  • sekolah memiliki visi-misi-yang khas,
  • dan menjadikan kelemahan sekolah sebagai basic keunggulan.

Contoh-contoh keunggulan kompetitif yang dapat dibuat oleh sebuah sekolah- misalnya-pengembangan pribadi siswa yang cerdas dan berkarakter dalam kehangatan cinta. Sekolah dapat menonjolkan kehangatan persaudaraan dan kerjasama di antara pimpinan, guru, dan karyawan. Atau sekolah dapat mengembangkan kemampuan ekspresi siswa dalam seni dan budaya lokal.

C. PENUTUP

Hal mendesak yang perlu dilakukan sekolah-sekolah katolik harus berani merubah diri. Sekolah katolik harus membenahi system pelayanannya menjadi system pelayanan prima, yakni pelayanan yang benar-benar menjawab kebutuhan pelanggan. Selain itu sekolah katolik juga memiliki kemampuan berkompetisi. Kemampuan berkompetisi yang benar, yakni dengan mengembangkan keunggulan yang kompetitif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar